13 Juli 2013

Anak 11 Tahun Dipidana, Komisioner KPAI: Hakim Tidak Paham Peraturan

Komisi Perlindungan Anak Indonesia.Jakarta - Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Pematangsiantar, Sumatera Utara (Sumut), Roziyanti, mencoreng wajah peradilan. Roziyanti memvonis anak 11 tahun pencuri HP selama 66 hari penjara. Hal ini bertentangan dengan UU dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Berikut wawancara detikcom dengan komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), M Ihsan, di kantor YLBHI, Jalan Diponegoro 74, Jakarta, Jumat (7/6/2013):

Bagaimana Anda melihat keputusan itu?

Jadi kita memang kecolongan. Saat polisi tahu anak 11 tahun, menurut UU Pengadilan Anak, itu tidak boleh diteruskan. Hanya dua kemungkinannya, kembali ke ortu atau ke Kementerian Sosial. Tidak boleh disidangkan. Ternyata sama polisi dibawa ke pengadilan lalu disidang, ini kecolongan yang pertama.

Kecolongan yang kedua, hakim tidak paham dengan peraturan perlindungan anak sehingga dia putuskan 66 hari. Jadi polisi nggak paham, jaksa nggak paham.

Ini akan kita konfirmasi ke Polri, Kejaksaan, Mahkamah Agung. Minta agar diperiksa semua prosesnya. Kalau ditemukan ada indikasi pada anggotanya, harus diberikan sanksi.

Bagaimana dampak terhadap kondisi anak?

Ini adalah kerugian yang dialami anak, karena dia seharusnya tidak boleh disidang. Kerugiannya yaitu kerugian materil dan immateril anak.

Seyogyanya lembaga yang telah melakukan kelalaian ini harus memberikan ganti terhadap kerugian yang dialami anak ini. Semua ini karena membuat dia ditahan. Artinya 66 hari itu tidak bisa dihitung dengan nominal.

Ganti rugi dalam bentuk apa?

Dia (anak) yang memutuskan, jumlah uangnya terserah. Tapi nanti hakimnya akan memutuskan. Kedua, putusan itu harus dicabut. Ketiga, anak itu harus dipulihkan karena anak 11 tahun tidak boleh dilabelkan sebagai mantan napi.

Siapa yang paling bertanggung jawab?

Yang pertama kali bertanggung jawab penyidik karena dia yang menaikkan ke kejaksaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar